Ibu Mau Melakukan Apa Saja Denganku ( Bagian 2 )

x
Keesokan pagi, aku terbangun. Biasanya ibu sudah mengocokku hingga keluar. Kini ia tidak ada. Pikiranku mulai menjadi kabur.



Kubuka celanaku untuk memainkan barangku sendiri. Tapi sia-sia. Tanpa ibu, benda ini tidak pernah mau bangun.

"Tok tok tok..."
"Joni, ayo sarapan...," panggil nenek.
"Iya nek..."

Aku buru-buru memasukkan barangku ke sarangnya. Aduh aku mulai tidak bisa berjalan dengan baik. Sekelilingku mulai seperti lukisan abstrak lagi.

Brak, aku tersandung kursi.

Meringis kesakitan aku berjalan, ke meja makan. Di sana sudah menunggu kakek dan nenek. Susah payah aku mencoba untuk menarik kursi dan duduk.

"Joni, apakah kamu baik-baik saja...?" tanya nenek.

Aku menutup mukaku dengan satu tangan, berusaha memahami apa yang ditanyakan nenek.

"Dukun....," pintaku. Aku merasa aku harus diobati segera.

Sedetik kemudian aku langsung tak sadarkan diri.

"Joni! Joni!" Terdengar gema suara di kepalaku. Entah itu suara nenek atau kakek.

Tak tahu berapa lama aku tak sadarkan diri. Yang kutahu saat ku terbangun wajahku terasa basah. Seroang kakek tua komat-kamit membaca mantra. Bau kemenyan memenuhi rungan.

"Fuh!" Wajahku disemprot lagi dengan air.

"Lihat kek, Joni bangun, mbah dukun memang sakti....," seru nenek.

"Ibu....ibu...," panggilku.

"Tenang Joni, mbah dukun akan sembuhkan kamu..." kata kakek.

Kepalaku tiba-tiba terasa sakit. Jantungku terasa berhenti berdetak. Segalanya berubah serba hitam.

TIba-tiba aku berada di sebuah padang rumput yang hijau. Angin bertiup sepoi. Angin semilir membelai kulitku. Udaranya terasa begitu sejuk.

Aku mendengar suara-suara yang makin lama makin keras. Kuselidiki arah suara itu. Awalnya kulihat bayang-bayang. Semakin lama semakin jelas. Itu ibu yang sedang bersimpuh di tanah.

Bayang-bayang hitam lain mulai bermunculan. Wujud mereka semakin jelas, ada ayah, kakek dan nenek. Mereka mengacung-acungkan jarinya mereka ke arah ibu. Mereka mengucapkan kata-kata yang kasar kepadanya.
"Dasar perempuan rusak!"
"Gak punya moral!"

Tambah lama bayang-bayang hitam lain bermunculan. Mereka pun memaki-maki ibu.

Ibu hanya bisa menangis. Ia mencoba menutup telinganya. Tapi orang-orang menarik kedua tangannya.
"Wanita bejat!"
"Mati saja kau!"

Suara makian itu semakin seperti suara gemuruh ombak.

Ibu tampak tak berdaya. Aku segera berlari ke arahnya untuk melindunginya. Namun kakiku tiba-tiba terasa berat. Gerakanku menjai seperti slow motion. Tanah bergetar seperti gempa dan terbelah.
Padang rumput berubah menjadi padang gurun. Semuanya serba kemerah-merahan.

"Ibu!!!" Teriakku tanpa keluar suara.
"Ibu!!"

Kami terpisah jarak oleh tanah yang menganga lebar.

Gerombolan bayang-bayang orang di seberang sana, mendorong dan menendang ibu menuju tepi jurang.

Kutarik tangan dan kakiku sekuat tenaga.
"Lepaaaassss!"

Kulihat sosok ayah muncul dari sela-sela bayangan hituam. Ia bersiap mendorong tubuh ibu ke jurang.

"Tidak, ayah...tidak...jangan dorong ibu...." bibirku komat-kami tapi tetap tak ada suara.

"Pergi kau!"

"AAAAaaaaa...." Jerit ibu saat tubuhnya melayang ke dalam jurang.

Tiba-tiba saja aku bisa melompat dan sepasang sayang membentang di punggungku. AKu terbang begitu cepat mengejar tubuh ibu yang terjatuh ke dalam mulut jurang.

"Ibu..." Tanganku mengacung ke depan, berusaha menggapainya. Aku takut kami menghempas dasar jurang, sebelum aku bisa menagkapnya.

Kukepak-kepak sayapku. Sedikit lagi...sedikit lagi.....
"Dapat!"

Kupeluk tubuh ibu. Tapi sial kami sudah mendekati permukaan air.
Byuuur!!!

Kami berdua terhempas ke dalam air.

Tapi sungguh aneh, aku bisa bernafas di dalam air. Kulihat ibu tersenyum. Ia memelukku dan membelai rambutku.

Perlahan wajahnya mulai agak menua dan rambutnya memutih. Ia tampak sedih.

Kugenggam tangannya tuk mengatakan jangan sedih. Ibu tetap cantik. Ia tersenyum kembali.

Lalu ia membuka celanaku, dan ia berenang ke bagian bawah tubuhku. Aku kaget setengah mati, kala ia memasukkan batangku ke dalam mulutnya.

"Aah..ahh..."

Tiba-tiba aku melihat cahaya putih terang. Cahaya itu makin jelas. Rupanya cahaya lampu.

Dimana aku? Kini aku sudah berada di ruang serba putih. Orang-orang berbaju putih dengan masker mengelilingiku.

"Dok, dia sadar," terdengar suara wanita. Seorang pria tua dengan alat aneh seperti kekeran terpasang di matanya menatapku.

"Joni...kamu tahu ini berapa?" tanya seroang pria sambil mengacungkan jarinya.
"Tiga...bukan..empat...satu...entahlah..."

Pria itu menghela nafas dan menggeleng.

Setelah itu semuanya pergi. Entah berapa lama aku seperti berada di antara sadar dan tidak sadar. Mungkin aku akan mati hari ini.

"Joni..Joni"

Terderngar suara yang sangat familiar.

"JOni, nak..."

Kulihat wajah seorang wanita berjilbab.
"IBu disini, nak...," ucapnya sambil menitikkan air mata. Kepalaku dibelainya.
"Ibu akan rawat kamu, nak. Ibu akan sembuhkan kamu...."

Aku merasakan pahaku diraba-raba, naik perlahan ke batangku. Gairah mengalir di darahku. Aku merasakan batangku tegak berdiri di dalam genggaman seseorang. Perlahan tapi pasti tangan itu mengocok-ngocok penisku.

"Ibu...? Apakah kamu ibu...?" tanyaku karena belum bisa berpkir jerniah.
"Iya nak... ini ibu sayang..."
"Ibu...ah...ahh...."

Wanita itu menaiki tempat tidur, mengankangi wajahku. Kulihat ia menarik rok gamisnya.

"Lihat nak...ibu tidak pakai celana dalam...seperti yang paling kamu suka kan..."
Berangsur-angsur pikiran kembali, tapi masih belum lancar.

Aku bergairah melihat lubang yang tercukur bersih itu. Yah aku ingat lubang yang pernah meminum cairan spermaku.
Teringat akan nikmatnya terjepit di dalam lubang ini.

"Masukin...ah ah.. masukin...."
"Kamu mau barang kamu dimasukin ke lubang ibu nak?"
"Masukin...."

Ibu lalu berganti posisi  seperti menunggangi kuda. Ia arahkan batangku ke lubangnya, dan ia turunkan pinggulnya.
"AAh....," desah ibu.

Ia gerakann pinggulnya maju mundur.
"Ah..ah...ah," lenguhku.

Tangan kami saling menggenggam. Dengan berpengan pada tanganku kadang ia memutar-mutar pinggulnya. Seperti dipelintir barangku.

Lalu ia merendahkan badannya. Ia ambil tanganku dan meletakkannya di dadanya.
"Remas nak...buah dada ibu untuk kamu...Terserah kamu mau apain"

Kemudian ia menciumku dan memasukan lidahnya ke dalam mulutku.

AKu serasa dibawa ke langit.

Penisku terasa meledak...,"AHhhhhh!"
Aku keluarkan laharku di dalam vagina ibu untuk kedua kalinya.

Pikiranku mulai kembali jernih.

"Ibu...ibu disini...?"
"Iya nak...," ucapnya menitikkan air mata.
"Dah jernih pikirannya?"
"Lumayan...tapi belum normal..."
"Belum, ya...mau ibu buat keluar lagi?"
"Iya...tapi ibu harus telanjang....JOni mau lihat buah dada ibu."
"Apa pun yang kamu mau, nak.."
Ibu menarik lepas bajunya dan hanya menyisakan jilbab saja.

Penisku kembali dipelintir-pelintir oleh ibu dengan gerakan ngebornya. Buah dadanya yang besar bergoyang-goyang kesana kemari.



"Ahh..enak bu....ahhh ahh..."
"Enak Joni.? enak ya....ibu cepetin ya..."
"Akkhh...." aku sampaimengernyitkan alis. Mulutku tak bisa lagi terkatup. "Aah..ah..."
Ranjang tempat kami berdua melakukan seks sampai berderit-derit.
"Keluarin nak....keluarin...sperma kamu semuanya..."
"Iya...iya...Joni keluarin....cepetin gerakannya."

Ibu berpangku di perutku. Ia gerakkan pinggulnya maju mundur dengan sangat cepat. Aku tidak pernah merasakan batangku diperlakukan seperti ini.

Akhirnya aku tak tahan lagi. Kusemburkan semua spermaku ke dalam lubang ibu.
"Akkhh!!"
Tubuhku mengejang hebat. Rasanya seluruh sarafku menjadi kaku. Semua energiku serasa mengalir keluar dari ujung penisku.
"Dah bu...aah....dah bu...," aku tergeletak lemas. Rasanya sangat lelah. Keringat membasahi tubuhku. Tapi pikiranku kembali on 100%.

Ibu merendahkan badannya. Kedua buah dadanya menggantung indah. Tertutup sebagian oleh jilbabnya.
Ia belai kepalaku lembut.

"Bu...cabut batangku dari lubang ibu....nanti kalau gak aku tegang lagi..."
Ibu tersenyum...
"Kalau ibu mau kamu tegang lagi gimana?"
"Hh..? Joni dah capek..."

Ibu menciumi leherku.
"Dah lama gak ada penis masuk ke lubang ibu..."
"Ahh...jangan, ibu....Joni istirahat dulu..."
"Ibu cantik gak kalau dah buka baju?"
"C..cantik..."
"Joni makin nakal yah...minta ibu lepas gamis ibu...dah itupakai minta dimasukin ke lubang...ini namanya kamu dah setubuhi ibu..."
"Kan Joni gak minta yang lain..."
"Eh...yang lain apa maksudnya...?"

Aku terdiam teringat aku akan mimpiku saat aku tak sadar.

Ibu memperhatikan wajahku dengan seksama.
"Yang lain apa sayang...?" tanyanya sambil mengusap keningku.
Aku tetap diam. Menikmati usapan jemarinya.
Ia kecup keningku.
"Ya sudah...kamu istirahat dulu....ibu akan panggil dokter."
"Bentar lagi...usap-usap dulu kepala Joni..."
"Ih..Joni manja..."

Tak lama kemudian aku pun tertidur pulas di dalam belaian kelembutan kasih seorang ibu.

Seminggu kemudian aku dilepas dari rumah sakit.

Semenjak itu pula aku jadi sering bersetubuh dengan ibuku. Pikiranku pun menjadi jernih bukan main. Orang-orang sebut aku jenius. Segala pelajaran aku serap dengan mudah.

Beberapa bulan kemudian aku melihat ibu sering muntah-muntah. Dengan kepandaianku aku tahu ini tanda-tanda seorang wanita hamil.

Yah aku telah mengahmili ibuku sendiri.

Tentu saja tetangga menjadi menggunjingkan ibu. Wanita yang tak memiliki suami hamil. Siapa yang menghamili. Tak ada yang tahu hubungan kami berdua, kecuali ayah, kakek, nenek dan dokter.

Para tetangga pun mulai menjauhi ibu. Mereka tak mau dekat-dekat. "Wanita kotor" Itulah kata-kata yang pernah kudengar saat aku berjalan melintasi daerah perumahanku.

Aku sedih sekali.

Berita kehamilan ibuku telah sampai ke telinga kakek dan nenek dari sisi ibu. Mereka pun datang ke rumah bersama dengan bibi, kakak perempuan ibu. Mereka hendak membongkar siapa yang telah menghamili ibu.

Yang tambah menyusahkan adalah mereka memutuskan untuk menginap hingga ibu mau mengaku. Bagaimana aku bisa mendapatkan perawatanku?

Akhirnya kami berdua terpaksa melakukannya dengna sembunyi-sembunyi.
Saat pagi kami akan melakukannya di mobil saat berangkat ke sekolah. Hanya saja karena terlalu merepotkan untuk bersenggama di mobil, ibu melakukan sesuatu yang lain.

Sesuatu yang hampir membuatku hampir tidak mau masuk sekolah.

Seperti biasa ibu memarkikan mobil di tempat yang sepi. Lalu ia bilang,
"Joni...buka atuh, celananya....cepetan supaya gak telat sekolah"
Aku tersenyum, "Supaya gak telat sekolah yaaa..," ucapku menggoda seraya meremas dada kanannya.
Ibu cemberut, ia segera melepas sabukku. Pengait celana dibuka, resleting diturunkan. Tangannya langsung masuk menyusup ke dalam celana, mengusap-usap bagian bawah tubuhku.
Aku diam memperhatikan tangan ibu menjamahku.
Gairahku mulai menjalar di dalam darah.

Ditariknya terpian celana dalamku hingga penisku keluar, tapi masih setengah tegang. Ibu kocok-kocok batangku. Tapi yah, penisku sudah tak bisa tegang kalau hanya dikocok ibu.
"Bu...gak bisa kalau cuma digituin...," keluhku.
Ibu mengecup keningku lembut. "Tenang...ibu ada cara lain...."
Usai ia bicara seperti itu... ia merendahkan kepalanya hingga sejajar dengan perut.
Dan..."aahhh..." kurasakan bibir lembut menangkup seluruh batangku. Sebuah lidah sibuk menyapu-nyapu penisku, sebelum akhirnya kurasakan ibuku mengurut bendaku dengan mulutunya.
Kepala ibu yang mengenakan jilbab orange waktu itu naik turun.
"Ngghh..ahh...bu...enak...banget...."
"Joni, jangan ditahan-tahan, langsung keluarin yah...kamu mesti masuk sekolah..."
Apa? langsung....mmmh...tapi aku mau berlama-lama....

Satu persatu kubuka kancing baju seragamku, kucopot dan kulempar  ke belakang mobil. Aku ingin telanjang saat ibu melaukan entah apa pun ini namanya.
Kupelorotin celana pendek biruku.
Ibu menyetopku, dahinya mengernyit.
"Kok, dibuka semua sih...ntar susah, mau masuk sekolah kan..."

"Gak mau sekolah....ingin diisep sampai sore....," ucapku manja.
"Napa...enak ya?" tanyanya sambil menjilat-jilat buah zakarku.
Aku mengangguk.
Kuusap-usap punggungnya, terasa benjolan tali bra. rasanya ingin kulepas saja.

Penisku kembali masuk ke rongga mulut ibuku.
"Akhh..."
Tak tahan..kutarik resleting baju di punggung ibuku. Pengait BH itu pun nampak. Kulepas saja, biar buah dadanya tidak ada lagi yang menyangga.
"Ihh...Joni...orang mau cepet-cepet...." desis ibu.
Tapi kemudian ia angkat tepian bajunya ke atas beserta cup BHnya hingga payudaranya nampak.
"Dah puas?"
Aku menggeleng.
Kutarik belakang kepalanya, kuarahkan penisku kembali ke mulutnya.
"Mmh...Joni mau keluarin di dalam mulut ibu, boleh?"
Sambil sibuk mengulumku ia mengangguk.
Nafasku tak beraturan membayangkan akan menyemprot cairan spermaku di dalam rongga mulutnya.
Kucari dadanya dan kuremas-remas. Lumayan bisa merasakan payudara ibu pagi-pagi. Kuusap-usap sebentar putingnya agar mencuat. Siapa tahu kalau ibu terangsang, aku tak perlu masuk sekolah.

Ah sial, rasa menggelitik di batangku makin menjadi. Dikocok dengan mulut ibu, rasanya semakin sensitif. Sial...spermaku sudah berontak. Ingin lepas dari kerangkengnya.
"Buu....mmhh.....ahhh... dah mau keluar...jangan cepat-cepat, bu..."
Akan tetapi ibu malah makin cepat mengulum batangku.
Kucoba menahan kepalanya. Tapi dia tidak mau.
"Akh!" Terpaksa aku mencapai orgasme. Kusemburkan lahar kenikmatan di dalam mulutnya.
Cukup banyak pagi itu kulepaskan cairan laki-lakiku.
Di saat itu juga otakku terasa cerah kembali.

Perlahan ibu mencabut batangku dari mulutnya. Tampaknya dia berhati-hati agar cairan itu tak tumpah. Lalu ia buka jendel mobil dan membuangnya keluar.
Setleah itu ibu mengambil beberapa helai tisu dan membersihkan penisku.

"Terima kasih bu..."
"Ya...sekarang kita ke sekolah kamu. Belajar yang benar ya..."
"Iya bu..."

Iseng ku selipkan tanganku di antara kedua pahanya yang tertutup rok gamis.
"Shh ahh..JOniih..."
Astaga, ternyata, cairannya dah tembus keluar.
Rupanya ia sedang terangsang.
Namun ia tampaknya lebih memikirkan aku masuk sekolah.
Sehingga ia buru-buru menepis tanganku dan menstarter mobil.

Rencanaku bolos gagal deh.

Di sekolah aku tak bisa berhenti memikirkan ibu. Iseng pas jam pelajaran aku permisi ke WC. WCku itu ada 4 bilik. Lantainya berwarna kotak-kotak warna warni. Di depannya ada urinoir 4 biji. WC sekolahku lumayan bersih, gak bau pesing. Apalagi bau tinja.

Di bilik WC paling ujung aku keluarin Mr. P ku. Sayang tak bisa kubuat tegang. Jadi kufoto saja pakai kameraku apa adanya. Lalu kukirim ke ibu.

Kutunggu tak ada balas. Mungkin ia sibuk.
Eh. tahu-tahu HP ku bunyi... ibu menelpon.
"Joni... kamu lagi di mana?
"Di sekolah? "
"Iya dimana di sekolah ?"
"Di WC..."
"Lagi jam pelajaran ya?"
"Iya.."
"Kamu tuh nakal banget sih, bukannya belajar yang bener..."
Aku diam cemberut. Keluh. Ibu malah marah.
"Iya maaf..."
"Cepet balik..."
"Iya..."
"Tapi..."
"Ya?"
"Kalau balik celana dalamnya jangan dipakai yah...."
"Hah?"
"Lepas cepet..."
"Buat apa?"
"Dah lepas saja, jangan banyak tanya."

Aku menuruti perintah ibut.
Setelah kulepas aku pakai lagi celana seragam biruku.
"Nanti kalau dikelas, keluarin yah penisnya dari reseleting...fotoin ke ibu."
Mukaku memereah mendengar permintaannya.
"Ih ibu, ntar Joni ketahuan kan malu..."
"Tutupin pakai tas, biar gak ketahuan..."
"Ibu lagi horni yah...."
"Iya gara-gara kamu kirim foto tadi. Sudah pagi ibu nahan, sekarang kamu kirim gambar kayak gitu..."
"Ibu bukannya lagi di kantor?"
"Iya.. lagi di WC juga...cepetan....ibu bentar lagi meeting. Nanti kita texting aja. Terus aktifin video streamingnya, biar ibu bisa lihat langsung."
"Ibu aktifin juga donk...biar Joni bisa lihat ibu lagi apa..."
"Bentar ya..."

Setelah itu tak ada suara lagi. Ibu mematikan voice dari sisi sana.
Tapi di layar mulai kelihatan video streaming.
Pertama-tama kulihat rok gamis ibu yang tergantung di sebuah pintu. Lalu ia memutar kameranya ke arah wajahnya yang berjllbab. Alisnya mengernyit sambil memandang kamera. Berulangkali ia menggigit bibirnya. Perlahan ia arahkan ke bawah, dan ia posisikan HPnya di antara kedua pahanya.
Hatiku langsung berdegup menyaksikan apa yang tersaji di layar Smartphoneku.

Jemari ibu sedang mengusap-usap lubangnya sendiri. Sambil sesekali ia masukkan jari tengahnya ke dalamnya pelan-pelan, lalu ia tarik lagi.

Aku langsung buru-buru balik ke dalam kelas. Kugantung HP ku di leher, agar ia bisa melihat kemana aku berjalan. Saat di depan pintu. Kusadari, bahwa aku akan melakukan sesuatu yang sangat berisiko. Aku ragu sesaat.

Tapi di layar ibu degan wajah yang menggairahkan, berucap tanpa suara, "Ayo keluarin...mau lihat..."

Baru kali ini ibu minta sesuatu yang seperti ini.
Aku melangkah masuk setenang mungkin seolah-olah tidak ada apa-apa.
Aku kembali ke bangkuku, yang terletak di depan meja guru, nempel rapat dengan tembok.

Untung hari ini teman sebangkuku Mari tidak masuk.

Kuambil tas ku yang memanjang ke samping dan kutaruh di pangkuanku. Kulirik ke sekelilingku. Mereka tampak sibuk mengerjakan tugas. Ibu guru juga sedang menulis di papan.

Perlahan, jangan samapi terdengar suara, kutarik turun resleting celanaku. Kutarik keluar batangku. Lalu kuarahkan kamera Hpku dengan tangan kiri ke batangku yang nongol, sambil tangan kananku pura-pura menulis, mengerjakan tugas.

Sesekali kulirik layar HPku. Mmhh...mantap... Ibu sedang menyorot wajahnya yang menahan kenikmatan. Matanya tak mau lepas melirik ke HPnya, pasti ia sedang memperhatikan penisku.

Sebuah pesan masuk. "Joni, kocok titit kamu di kelas, ibu mau lihat."
Mukaku memerah. Ibu mintanya makin aneh-aneh saja. Bagaimana caranya...?

Kugeleng-geleng kepalaku ke ibu.

"Pliiiis....ibu dah mau keluar kok..sebentar aja..."

Ya sudah demi ibu, aku letakkan pulpenku. Dan aku mengocok dengan tangan kananku.

Kutengok kiri kanan, memastikan tidak ada yang memperhatikanku. ASTAGA! bu guru sudah kembali ke mejanya. Rupanya ia memperhatikan apa yang sedang kulakukan.
Mukanya merah padam. Kedua alisnya miring 45derajat. Hidungnya mendengus seperti naga yang hendak menyemburkan api. Kedua bola matanya melotot, memberiku kode untuk menghentikan perbuatanku.

Ah sial...bagaimana ini. Buru-buru aku masukan kembali rudalku ke dalam celanaku. Kulakukan senormal mungkin agar tidak ada yang tahu. Koneksi streaming dengan ibu segara kuputus. Jangan sampai bu guru tahu, apa yang sedang terjadi.

Aku menunduk, pura-pura menulis. Entah apa yang ada di pikiran bu guru. Dan bagaimana dengan ibu?

Sore menjelang malam ibu sudah kembali dari kantor. Kami sekeluarga berkumpul di ruang makan untuk menikmati masakan nenek. Di tengah bincang-bincang ibu memberikan kode mata, agar kami berdua meninggalkan meja.

"Ehm...bapak ibu...Siti ke belakang dulu, ya," ucap ibu kepada kakek dan nenek.

Saat melintas di dekatku ia menoel lengan atasku, agar aku segera beranjak.
"Duh Joni sakit perut nek, mau berak."
"Hush Joni, jangan bicara seperti itu di meja makan," ujar kakek.
"Sudah sana, cepet balik, selesaikan makannya," ucap nenek.
"I..iya..."
Aku segera angkat kaki dari situ dan menghampiri ibu di kamarnya.

Saat aku sudah masuk. Ibu buru-buru menutup pintu.
"Duh Joni, kenapa siang diputus sih...ibu dah nahan dari tadi nih..."
Ia tampak gelisah.
"Remas dada ibu donk...nak...," pintanya sambil menempatkan tanganku di payudaranya, di bawah kain jilbab yang menutupi dadanya. Tentu saja aku tak menolak untuk meremas daerah privat milik ibu itu.
Ia pagut bibirku berulang-ulang dan tanpa babibu, ia raba dan pijit burungku dari luar celanaku.
Birahiku langsung naik. Kupeluk ia, dan kubisikkan sesuatu di telinganya, "Oh..kalau saja bisa lihat ibu telanjang di meja makan."

Ibu melepaskan pelukanku dan menatapku lekat. Dengan nafas memburu Ia berkata, "Kalau kamu mau buka celana kamu di meja makan, ibu akan buka baju ibu..."
Aku kaget....karena aku tak bersungguh-sungguh dengan ucapanku.
"Kan ada kake nenek dan bibi...?"
"Ibu buka bajunya di bawah meja, tapi sebentar saja, gak bisa lama-lama."

Nafas kami terasa berat. Badai birahi berputar-putar di antara kami.
"Ya..Joni akan buka celana."
"ya udah...yuk balik.."
"Ok..."
Kami berdua kembali ke meja makan dan duduk di kursi masing-masing.

Aku duduk dengan bagian bawahku agak masuk ke dalam bawah meja agar tertutup telapak meja. Kemudian aku copot celanaku hingga jatuh ke lantai. Rasanya tegang sekali. Jelas aku terkunci sudah di kursi. Kalau sampai aku harus beranjak dari bangku habis sudah.

"Joni, kamu sebentar lagi naik kelas ya?" tiba-tiba nenek mengajaku bicara.
"A..a..iya...naik kelas..."
"Mau hadiah apa kalau naik kelas?"

Trrang! kulihat ibu menjatuhkan sendok ke lantai.

"Emm... apa ya..."

Kulihat ibu menyelinap masuk ke bawah meja.
AAah.. astaga penisku dihisapnya.
Bersikap normal, normal... jangan sampai aku melenguh.
Aah.... bijiku juga dihisap-hisap...

"Mau apa?"

Ngentotin nenek, masukin tititku ke mulut nenek, keluarin spermaku di mulut nenek, gimana nek? Ucapku dalam hati. Astaga apa pula yang kupikirkan. Mungkin aku telah terbawa nafsu.

"Iya, kamu mau apa? Nanti bibi juga kasih kamu hadiah."

Mungkin karena mendapatkan rangsangan seksual di bawah tubuhku, aku jadi mulai membayangkan bibi berciuman dengan nenek.

"Ehm.... apa yah...belum tahu."

Tak berapa lama, kakiku ditarik-tarik ibu. Sepertinya ia memberi kode agar aku turun masuk ke bawah meja.

"Oh ya, Mirna waktu itu ada kiriman dari Jogja kan?"
Untung permbicaraan mulai beralih dariku. Pura-pura kujatuhkan sumpit. Trak!
Lalu aku mulai beranjak dari bangku, turun ke bawah, sambil berusaha agar bagian bawah tubuhku jangan keluar dari tutupan taplak meja.

Aku menyelinap ke bawah meja makan. Dan ooh ya Tuhan........ Ibu sudah bugil tanpa sehelai kain pun. Hanya jilbab yang masih menutupi kepalanya.

Hilang sudah kesadaranku melihat kecantikannya. Langsung saja kulebarkan kedua pahanya. Bibir vaginanya pun turut merekah. Kuhujamkan penisku ke dlaam lubangnya. AAAAhh....rasanya aku ingin berteriak kencang, saat dinding kemaluan ibu mencengkram dan memijit adik kecilku. Langsung kupompa tubuhnya dengan cepat.

Mulut ibu menganga, tanpa bersuara.

Kusenggamai ibuku di bawah meja, sementara kakek, nenek dan bibi sedang makan dan ngobrol di atas meja makan.

Bukit kembar ibu berayun ayun, mengikuti gerakan badannya. Pahanya kuraba-raba, sambil tak ketinggalan kuremas-remas bongkah pantatnya. Ingin rasanya kubuat ia melenguh. Nekat, kugenjot dirinya lebih cepat lagi.

"Owh..."

Hampir saja ia mengeluarkan suara yang dapat membuat kami berdua ketahuan. Tapi ia buru-buru menutup mulutnya. Kukecup perut buntingya dan kujilati pusarnya.

Ia kegelian. Tiba-tiba ibu memberi kode, "Gak bisa lama-lama..."

Aku cemberut, karena ini belum apa-apa.

Tak! Sial, kaki ibu terdorong mengenai kaki bibi. Gawat. Kami berdua langsung berhenti.

Kekhawtiran terjadi, bibi melongok ke bawah meja.

Matanya melotot melihat pemandangan yang ada di bawah meja. Keponakannya tengah menyetubuhi ibu kandungnya sendiri. Ia pun mendangi ibu seolah dengan pandangan tak percaya. Ia diam seribu kata. Buru-buru ia turunkan telapak meja itu lagi. Menutupi kejadian yang tentunya tak lazim baginya.

Ibu monyong kepadaku. "Kamu gak ati-ati sii..."

Kami pun buru-buru memakai baju kami lagi. Sebelum aku sempat menyarungkan pedangku, ibu mengulum lagi penisku dengan sangat cepat, agar aku mendapatkan perawatanku hari itu.

Pas sudah mau keluar, buru-buru kuraih tangan ibuku agar mengocok batangku. Kuarahkan ujungnya ke kaki bibi. Ibu agak kaget dengan maksudku. Tapi kupaksa ia tetap mengurut penisku. Hingga akhirnya aku klimaks dan memuntahkan isinya ke punggung kaki bibi.

Bibi tersentak. Kursinya sampai terdorong ke belakang.
"Kenapa kamu, Mirna?" terdengar suara kakek bertanya.

Kami berdua buru-buru merapikan pakaian kami, keluar dari bawah meja dan duduk kembali di kursi masing-masing.

Melihat kami sudah keluar dari kolong. Bibi tidak berkata sepatah kata pun. Ia memandangi kami bergantian.

Pokoknya suasana jadi aneh saat itu. Kaku.

Saat makan malam selesai, ibu dan bibi membereskan meja dan mencuci piring. Mereka tampak berbicara dengan sangat pelan, seolah tidak ingin ada yang mendengar apa yang mereka bicarakan. Kadang piring itu agak terdengar dibanting agak keras. Bibi keliatannya agak emosional.

Kulihat dari kejauhan, ibu seperti memohon-mohon, sampai ia berlutut bersimpuh di kaki Bi Mirna. Aku merasa bersalah telah membawa ibu ke dalam kesulitan ini.

Tamat